Makalah Model Pembelajaran Lengkap


2.1 Definisi Model Pembelajaran
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.Model dan proses pembelajaran akan menjelaskan makna kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pendidik selama pembelajaran berlangsung.
Menurut Sagala (2009:175) model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat dipahami sebagai:
a.       Suatu tipe atau desain
b.      Suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati
c.       Suatu sistem asumsi-asumsi, data-data dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu objek atau peristiwa
d.      Suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja
e.       Suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner
f.       Penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya.

Menurut Joyce dan Weil dalam Sagala (2009:176) mengatakan bahwa:“model mengajar adalahsuatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, desain unit-unit pelajaran dan pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, buku-buku kerja, program multimedia dan bantuan belajar melalui program computer”. Selanjutnya Joyce dan Weil dalam Sagala (2009:176) mengemukakan ada empat kategori yang penting diperhatikan dalam model mengajar yakni: model informasi, model personal, model interaksi dan model tingkah laku.
Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi metode atau prosedur, menurut Trianto (2007:6) model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur, ciri-ciri tersebut adalah:
a.       Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau penggemarnya
b.      Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai)
c.       Tingkah laku mengajaryang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil
d.      Lingkungan berlalajar yang diperlukan agar tujuan itu dapat tercapai

2.2     Jenis – Jenis Model Pembelajaran
a.             Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
Tugas guru adalah membantu siswa memperoleh pengetahuan prosedural (pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu), pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang sesuatu), dan mengembangkan keterampilan belajar. Pembelajaran langsung yang terfokus pada prinsip-prinsip psikologi perilaku dan teori belajar sosial. Model pembelajaran langsung dirancang secara khsus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah.
Pada model pembelajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting. Guru mengawali pelajaran dengan menjelaskan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta mempersiapkan siswa menerima penjelasan guru.
 Fase persiapan dan motivasi ini kemudian diikuti oleh presentasi materi ajar yang diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu. Pelajaran itu termasuk juga pemberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan pelatihan dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan siswa. Pada fase pelatihan dan pemberian umpan balik tersebut, guru perlu selalu mencoba memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari ke dalam situasi kehidupan nyata.
Pembelajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang sangat hati-hati di pihak guru. Agar efektif, pembelajaran langsung mensyaratkan tiap detil keterampilan atau isi didefinisikan secara seksama dan demonstrasi dan jadwal pelatihan direncanakan dan dilaksanakan secara seksama.
Meskipun tujuan pembelajaran dapat direncanakan bersama oleh guru dan siswa, model ini terutama berpusat pada guru. Sistem pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa, terutama melalui memperhatikan, mendengarkan dan resitasi (tanya jawab) yang terencana. Ini tidak berarti bahwa pembelajaran bersifat otoriter, dingin, dan tanpa humor. Ini berarti bahwa lingkungan berorientasi pada tugas dan memberikan harapan tinggi agar siswa mencapai hasil belajar dengan baik.

TABEL FASE MODEL PENGAJARAN LANGSUNG
FASE-FASE
PRILAKU GURU
FASE 1
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa

Guru menyampaikan tujuan, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran ini, mempersiapkan siswa untuk belajar
FASE 2
Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan

Guru mendemonstrasikan keterampilan yang benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap
FASE 3
Membimbing pelatihan

Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal
FASE 4
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik
FASE 5
Memberikan kesempatan untuk pelatihan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan

Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari.


b.             Belajar Secara Kooperatif (Cooperative Learning)
Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pembelajaran langsung. Model pembelajaran ini dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang agak kompleks, dan yang lebih penting lagi, dapat membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi soasial dan hubungan antar manusia. Misalnya, telah dibuktikan bahwa pembelajaran kooperatif sangat efektif untuk memperbaiki hubungan antar suku dan etnik dalam kelas yang bersifat multikultural, dan hubungan antara siswa biasa dengan penyandang cacat. Secara ringkas tujuan pembelajaran kooperatif dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Belajar secara kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif konstruktivis dan teori belajar sosial.
Terdapat enam fase utama di dalam model pembelajaran secara kooperatif.  Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi; seringkali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Guru menerapkan suatu strutur tingkat tinggi dalam pembentukan kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun siswa diberi kebebasan dalam mengendalikan dari waktu ke waktu di dalam kelompoknya. Jika pembelajaran kooperatif ingin menjadi sukses, materi pembelajaran yang lengkap harus tersedia di ruangan guru atau di perpustakaan atau pusat media. Keberhasilan juga menghendaki syarat dari menjauhkan kesalahan tradisional, yaitu secara ketat mengelola tingkah laku siswa dalam kerja kelompok.
Di samping unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, model ini sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan kemampuan membantu teman.

c.              Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based Instruction)
Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PBM) tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran langsung dan ceramah lebih cocok untuk tujuan semacam ini.  Model pembelajaran berdasarkan masalah utamanya dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri. Tujuan pembelajaran berdasarkan masalah adalah keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah; pemodelan orang dewasa; dan pebelajar yang otonom dan mandiri. Pendekatan kontemporer pada pembelajaran berdasarkan masalah bertumpu pada psikologi kognitif dan paradigma kontruktivistik tentang belajar.
Sintaks PBM terdiri dari lima fase utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Jika jangkauan masalahnya sedang-sedang saja, kelima tahapan tersebut mungkin dapat diselesaikan dalam 2 sampai 3 kali pertemuan. Namun untuk masalah yang kompleks mungkin akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikannya.
Tidak seperti halnya lingkungan belajar yang terstruktur secara ketat yang dibutuhkan untuk pembelajaran langsung atau penggunaan yang hati-hati kelompok kecil pembelajaran kooperatif, lingkungan belajar dan sistem manajemen pada PBM dicirikan oleh: terbuka, proses demokrasi, dan peranan siswa aktif. Dalam kenyataan keseluruhan proses membantu siswa yang otonom yang percaya pada keterampilan intelektual mereka sendiri memerlukan keterlibatan aktif dalam lingkungan berorientasi inkuiri yang aman secara intektual. Meskipun guru dan siswa melakukan tahapan pembelajaran PBM yang terstruktur dan dapat diprediksi, norma di sekitar pelajaran adalah norma inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan pendapat. Penekanan peranan sentral pada siswa dan bukan guru merupakan ciri khas lingkungan belajar model ini
Pembelajaran Berdasarkan  Masalah (Problem Based Learning) memiliki beberapa ciri dan karakteristik sebagai berikut:
1.      Mengorientasikan siswa kepada masalah autentik dan menghindari pembelajaran terisolasi
2.      Berpusat pada siswa dalam jangka waktu lama
3.      Menciptakan pembelajaran interdisiplin,
4.      Penyelidikan masalah autentik yang terintegrasi dengan dunia nyata dan pengalaman praktis .
5.      Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
6.      Mengajarkan kepada siswa untuk mampu menerapkan apa yang mereka pelajari di sekolah dalam kehidupannya yang panjang
7.      Pembelajaran terjadi pada kelompok kecil (kooperatif).
8.      Guru berperan sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing.
9.      Masalah diformulasikan untuk memfokuskan dan merangsang pembelajaran
10.  Masalah adalah kendaraan untuk pengembangan keterampilan pemecahan masalah.
11.  Informasi baru diperoleh lewat belajar mandiri.

Pembelajaran Berdasarkan  Masalah (Problem Based Learning) memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:
1.      Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut;
2.       melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi;
3.      pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna;
4.      siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajari;
5.      menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif diantara siswa; dan
6.      pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan.

Selain itu, Pembelajaran Berdasarkan  Masalah (Problem Based Learning) diyakini pula dapat menumbuhkan-kembangkan kemampuan kreatifitas siswa, baik secara individual maupun secara kelompok karena hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa.
Keberhasilan model Pembelajaran Berdasarkan  Masalah (Problem Based Learning) sangat tergantung pada ketersediaan sumber belajar bagi siswa, alat-alat untuk menguji jawaban atau dugaan. Menuntut adanya perlengkapan praktikum, memerlukan waktu yang cukup apalagi data harus diperoleh dari lapangan, serta kemampuan guru  dalam mengangkat dan merumuskan masalah.
Dalam model Pembelajaran Berdasarkan  Masalah (Problem Based Learning)  ini,  guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, pembimbing dan motivator. Guru mengajukan masalah otentik/mengorientasikan siswa kepada permasalahan nyata (real world), memfasilitasi/membimbing (scaffolding) dalam proses penyelidikan, memfasilitasi dialog antara siswa, menyediakan bahan ajar siswa serta memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan temuan dan perkembangan intektual siswa.


TABEL FASE MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH
FASE-FASE
KEGIATAN GURU
FASE 1
Orientasi masalah
  • Menginformasikan tujuan pembelajaran
  • Menciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadi pertukaran ide yang terbuka
  • Mengarahkan pada pertanyaan atau masalah
  • Mendorong siswa mengekspresikan ide-ide secara terbuka
FASE 2
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
  • Membantu siswa menemukan konsep berdasar masalah
  • Mendorong keterbukaan, proses-proses demokrasi dan cara belajar siswa aktif
  • Menguji pemahaman siswa atas konsep yang ditemukan
FASE 3
Membantu menyelidiki secara mandiri atau kelompok
  • Memberi kemudahan pengerjaan siswa dalam mengerjakan/menyelesaikan masalah
  • Mendorong kerjasama dan penyelesaian tugas-tugas
  • Mendorong dialog, diskusi dengan teman
  • Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang berkaitan dengan masalah
  • Membantu siswa merumuskan hipotesis
  • Membantu siswa dalam memberikan solusi
FASE 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja
  • Membimbing siswa mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKP)
  • Membimbing siswa menyajikan hasil kerja
FASE 5
Menganalisa dan mengevaluasi hasil pemecahan
  • Membantu siswa mengkaji ulang hasil pemecahan masalah
  • Memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemcahan masalah
  • Mengevaluasi materi



d.             Pembelajaran Diskusi Kelas
Terlepas dari pendekatan pembelajaran yang digunakan, pada saat-saat tertentu selama berlangsungnya pembelajaran, diperlukan dialog antara guru dan siswa, serta antara siswa dengan siswa. Diskusi adalah suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan berlangsungnya dialog tersebut. Sintaks diskusi berbeda dengan sintaks model pembelajaran yang lain. Misalnya, diskusi dapat terjadi pada pembelajaran kooperatif, antara guru dan sejumlah siswa pada pembelajaran berdasarkan masalah, dan resitasi pada pembelajaran langsung.
Diskusi merupakan komunikasi dimana khalayak berbicara dengan orang lain, saling membagi gagasan dan pendapat. Diskusi digunakan oleh guru untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran  (Arends, 1977) berikut ini: diskusi memperbaiki pemikiran siswa dan membantu mereka menyusun pemahaman materi akademis; mendorong keterlibatan dan keikutsertaan siswa-memberi kesempatan luas kepada siswa untuk mengutarakan ide-ide mereka sendiri, serta memotivasi siswa untuk ikut terlibat dalam pembicaraan di kelas; dan membantu siswa belajar keterampilan komunikasi dan proses berpikir.
Sintaks pembelajaran diskusi terdiri atas lima tahapan yaitu dimulai dengan guru menyampaikan TPK dan membangkitkan motivasi; memfokuskan diskusi; menyelenggarakan diskusi; mengakhiri diskusi; dan mengikhtisarkan diskusi.
            Salah satu aspek diskusi adalah kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan kognitif, menghubungkan dan menyatukan aspek kognitif dan aspek sosial dalam belajar. Diskusi kelas dapat digunakan untuk meningkatkan lingkungan sosial yang positif di kelas.        

Agar penggunaan metode diskusi berhasil dengan efektif, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a.      Langkah Persiapan  
·         Merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan yang bersifat umum maupun tujuan khusus. Tujuan yang ingin dicapai mesti dipahami oleh setiap peserta didik sebagai peserta diskusi. Tujuan yang jelas dapat dijadikan sebagai kontrol dalam pelaksanaan.
·         Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
·         Menetapkan masalah yang akan dibahas. Masalah dapat ditentukan dari isi materi pembelajaran atau masalah-masalah yang aktual yang terjadi di lingkungan masyarakat yang dihubungkan dengan materi peserta didikan sesuai dengan bidang studi yang diajarkan.
·         Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan diskusi.
b.      Pelaksanaan Diskusi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan diskusi adalah:
·         Memeriksa segala persiapan yang dianggap dapat mempengaruhi kelancaran diskusi
·         Memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, misalnya menyajikan tujuan yang ingin dicapai serta aturan-aturan diskusi sesuai dengan jenis diskusi yang akan dilaksanakan.
·         Melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan diskusi hendaklah memperhatikan suasana atau iklim belajar yang menyenangkan
·         Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi untuk mengeluarkan gagasan dan ide-idenya
·         Mengendalikan pembicaraan kepada pokok persoalan yang sedang dibahas. Hal ini sangat penting, sebab tanpa pengendalian biasanya arah pembahasan menjadi melebar dan tidak fokus.
c.       Menutup Diskusi
Akhir dan proses pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi hendaklah dilakukan hal-hal sehagai berikut:
·         Membuat pokok-pokok pembahasan sebagai kesimpulan sesuai dengan hasil diskusi
·         Mereview jalannya diskusi dengan meminta pendapat dari seluruh peserta sebagai umpan balik untuk perbaikan selanjutnya



e.              Model Siklus Belajar (Learning Cycle Model)
Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Robert Karplus dalam proyek SCIS (Science Curriculum Inprovement Study) tahun 1970-an di Amerika Serikat. Model pembelajaran ini terdiri atas tiga fase sebagai sintaks pembelajarannya, yaitu sebagai berikut: eksplorasi, pengenalan konsep dan aplikasi konsep. Penjelasan masing-masing fase adalah sebagai berikut.
Ø  Fase-1 (Eksplorasi), pada fase ini siswa secara langsung diberi kesempatan menggunakan pengetahuan awalnya dalam mengobservasi, memahami fenomena alam, dan mengkomunikasikannya pada orang lain.
Ø  Fase ke-2 (Pengenalan Konsep), pada fase ini guru mengontrol langsung pengembangan konsep yang dilakukan siswa dan membantu dalam mengidentifikasikan konsep serta menghubungkan antar konsep yang telah mereka dapat.
Ø  Fase ke-3 (Aplikasi Konsep), pada fase ini siswa melakukan kegiatan menerapkan konsep sains dalam konteks kehidupan sehari-hari atau disiplin ilmu lain dan selanjutnya menerapkan konsep pada situasi baru.

f.              Model Pembelajaran Sains Teknologi dan Masyarakat ( Science Technology and
 Society)
Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Robert R. Yager dan kawan-kawannya pada tahu 1983 di University of Iowa, Iowa, USA. Dalam mengembangkan model tersebut mereka bekerja sama dengan banyak guru setiap tahunnya. Kerjasama ini bertujuan untuk membantu guru-guru dalam mengajar untuk mencapai lima tujuan pembelajaran sains, meliputi ranah (domain) konsep, proses, aplikasi, kreativitas, dan sikap.
Domain konsep, menitikberatkan pada muatan sainsnya, yang meliputi fakta-fakta, prinsip-prinsip, penjelasan-penjelasan, teori-teori, dan hukum-hukum.
Domain proses, memfokuskan pada bagaimana proses siswa memperoleh pengetahuan seperti yang dilakukan oleh para saintis. Domain ini meliputi proses-proses yang sering dikenal dengan istilah keterampilan proses IPA. Keterampilan proses tersebut meliputi: mengamati, mengklasifikasikan, mengukur, menginferensi, memprediksi, mengenali variabel, menginterpretasikan data, merumuskan hipotesis, mengkomunikasikan, memberi definisi operasional, dan melakukan eksperimen.
Domain aplikasi, menekankan pada penerapan konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan dalam memecahkan masalah sehari-hari, misalnya menggunakan proses-proses ilmiah dalam memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, memahami dan menilai laporan media massa mengenai  pengembangan pengetahuan, pengambilan keputusan yang berhubungan kesehatan pribadi, gizi, dan gaya hidup yang didasarkan atas pengetahuan/konsep-konsep sains.
Domain kreativitas terdiri atas interaksi yang kompleks dari keterampilan-keterampilan dan proses-proses mental. Dalam konteks ini, kreativitas terdiri atas empat langkah yaitu, tantangan terhadap imajinasi (melihat adanya tantangan), inkubasi, kreasi fisik, dan evaluasi.
Domain sikap meliputi pengembangan sikap-sikap positif terhadap sains pada umumnya, kelas sains, program sains, kegunaan belajar sains, dan guru sains, serta sikap positif terhadap diri sendiri.
Menurut R.E Yager sintaks pembelajaran Sains Teknologi dan Masyarakat ini terdiri atas empat langkah, yaitu: invitasi, splorasi, pengajuan penjelasan dan solusi à menentukan langkah. Penjelasan tahap-tahap pembelajaran Sains Teknologi dan Masyarakat adalah sebagai berikut.
Ø  Fase 1 (Invitasi), pada tahap ini guru merangsang siswa mengingat atau menampilkan kejadian-kejadian yang ditemui baik dari media cetak maupun elektronik yang berkitan dengan topik yang merupakan hasil observasi. Selanjutnya siswa merumuskan masalah yang akan dicari jawabannya dengan tetap mengaitkan kepada topik yang dibahas. Peran guru sangat diperlukan untuk menghaluskan rumusan masalah yang diajukan siswa dan mengacu pada sumber belajar, bisa berupa LKS yang telah ada atau menyiapkan LKS yang baru. Guru dan siswa mengidentifikasi bersama mengenai masalah atau pertanyaan atau jawaban sementara yang paling mungkin dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan lingkungan dan alokasi waktu embelajaran serta topik yang dipelajari.
Ø  Fase 2 (Eksplorasi), pada tahap ini kegiatan yang dilakukan siswa merupakan upaya untuk mencari jawaban atau menguji jawaban sementara yang telah dibuat dengan mencari data dari berbagai sumber belajar (buku, koran, majalah, lingkungan, nara sumber, instansi terkait, atau melakukan percobaan). Hasil yang diperoleh siswa hendaknya berupa suatu analisis dari data yang diperoleh. Kegiatan yang dilakukan siswa dapat mengacu kepada LKS yang telah ada untuk topik yang dielajari atau dapat juga mengembangkan sendiri berdasarkan LKS yang telah ada atau membuat LKS yang baru.
Kegiatan siswa dapat berlangsung di dalam kelas, halaman sekolah, atau di luar sekolah yang diperkirakan memungkinkan dilakukan oleh siswa. Kegiatan siswa pada tahap ini  di antaranya dapat berupa urun pendapat, mencari informasi, bereksperimen, mengobservasi fenomena khusus, mendesain model, dan mendiskusikan pemecahan masalah.
Ø  Fase 3 (Penjelasan dan Solusi), pada tahap ini siswa diajak untuk mengkomunikasikan gagasan yang die\peroleh dari analisis informasi yang diperoleh, menyusun suatu model, memberikan penjelasan (baru), meninjau dan mendiskusikan solusi yang diperoleh, dan menentukan beberapa solusi.
Guru membimbing siswa untuk memadukan konsep yang dihasilkan dengan konsep yang dianut oleh para ahli sains. Peran guru hendaknya dapat menghaluskan atau meluruskan konsep siswa yang yang keliru.

Ø  Fase 4 (Penentuan Tindakan), pada tahap ini siswa diajak untuk membuat suatu keputusan dengan mempertimbangkan penguasaan konsep sains dan keterampilan yang dimiliki untuk berbagai gagasan dengan lingkungan, atau dalam kedudukan sebagai pribadi atau sebagai anggota masyarakat.
Siswa juga diharapkan merumuskan pertanyaan lanjutan dengan ditemukannya suatu penjelasan terhadap fenomena alam (konsep sains), dan juga mengadakan pendekatan dengan berbagai unsur untuk meminimalkan dampak negatif suatu hal atau yang merupakan tindakan positif suatu masyarakat.. Kegiatan siswa pada tahap ini di antaranya dapat berupa kegiatan pengambilan keputusan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, membagi informasi dan gagasan, serta mengajukan pertanyaan baru.


g.             Model Pembelajaran Sains Berbasis Etika
Model pembelajaran ini berkembang pada tahun 1970-an di beberapa negara barat yang didasarkan atas adanya tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat di masyarakat yang tidak dapat diimbangi dengan perkembangan nilai-nilai etika dan moral di masyarakat. Akibatnya di kalangan para ahli sains dan masyarakat terjadi kesenjangan pemahaman terhadap nilai-nilai etika dan moral kemasyarakatan (Macer, 1995)
Para ahli pembelajaran sains telah merancang suatu model pembelajaran yang dapat menjembatani kesenjangan nilai-nilai etika dan moral tersebut dengan cara mengimplementasikan berbagai macam situasi riil dalam kehidupan sehari-hari tentang isu-isu sains yang berkaitan dengan etika dan moral di kelas sains maupun kelas non-sains. Di sekolah-sekolah Indonesia, model pembelajaran sains berbasis etika (khususnya biologi berbasis etika atau bioetika) belum pernah diimplementasikan (Margono, 2000). Ujicoba model pembelajaran biologi berbasis etika sedang dilakukan di beberapa SMA di Kabupaten Jember.
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa kemampuan berpikir etika dan moral siswa dalam memahami isu-isu bioetika yang berkembang di kehidupan riil terdapat hubungan secara signifikan setelah diberikan model pembelajaran biologi berbasis etika. Artinya bahwa kemampuan berpikir etika dan moral siswa dapat meningkat secara bertahap menurut teori Kohlberg setelah diberi model pembelajaran tersebut (Margono, 2003).
Model pembelajaran ini  menekankan pada teori perkembangan kognitif dan teori sosial.  Sintaks model pembelajaran ini terdiri dari empat tahapan/fase sebagai berikut.
a.    Fase 1 (Membuat peta konsekuensi). Tahap ini bertujuan untuk mendorong siswa mempertimbangkan seberapa jauh implikasi yang muncul dari permasalahan.
b.    Fase 2 (Menganalisis keputusan untung–rugi). Tahap ini menekankan dua bentuk membuat keputusan yaitu secara normatif dan deskriptif.
c.    Fase 3 (Menganalisis tindakan manusia) dengan menggunakan pemikiran teori tujuan, hal, dan kewajiban. Tahap ini merupakan salah satu cara untuk memecahkan kesulitan dalam merumuskan hipotesis yang mendasari rangkaian tindakan yang diterima dan mengujinya sebagaimana hipotesis kelmuan
d.   Fase 4 (Menggunakan pertanyaan terpusat). Tahap ini bertujuan untuk mencari permasalahan etika dalam pembelajaran sains yang menuntut guru untuk memperkenalkan ide-ide dan cara baru bagaimana siswa berpikir.

Penekanan mencari sumber-sumber belajar dari buku-buku terkait dengan topik, koran, media massa, majalah, internet, nara sumber yang berwenang,  dan disertai aktivitas siswa dalam diskusi kelas untuk memutuskan isu-isu sains yang berbasis etika dan moral merupakan ciri khas dari model pembelajaran ini.

h.             Contextual Teaching and Learning/CTL
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel da-pat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya. CTL merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan-nya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidu-pan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelaaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).

i.               Model pembelajaran jigsaw
Model pembelajaran jigsaw adalah sebuah tehnik pembelajaran kooperatif dimana siswa, bukan guru, yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam pelaksanaan pembelajaran. Adapun tujuan dari medel pembelajaran jigsaw ini adalah untuk mengembangkan kerja tim, ketrampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh bila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi sendirian.
Langkah-langkah :
1.        Peserta didik dikelompokkan ke dalam + 4 anggota tim.
2.        Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda.
3.        Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan.
4.        Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka.
5.        Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian menjelaskan kepada teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
6.        Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
7.        Guru memberi evaluasi.
8.        Penutup.
j.               Snowball Throwing
Model Pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan tidak menggunakan tongkat seperti model pembelajaran Talking Stik akan tetapi menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilempar-lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya.
Langkah-langkah :
1.        Guru menyampaikan materi yang akan disajikan
2.        Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi
3.        Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya
4.        Masing-masing peserta didik diberi satu lembar kertas, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok
5.        Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu peserta didik ke peserta didik yang lain selama ± 15 menit
6.        Setelah peserta didik dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian
7.        Penutup
k.             Model Pembelajaran Example Non Example 
Model Pembelajaran Example Non Example atau juga biasa di sebut example and non-example merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran. Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar anak dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai apa yang ada didalam gambar. Penggunaan Model Pembelajaran Example Non Example ini lebih menekankan pada konteks analisis siswa. Biasa yang lebih dominan digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas rendah dengan menenkankan aspek psikoligis dan tingkat perkembangan siswa kelas rendah seperti ; kemampuan berbahasa tulis dan lisan, kemampuan analisis ringan, dan kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya. Model Pembelajaran Example Non Example menggunakan gambar dapat melalui OHP, Proyektor, ataupun yang paling sederhana adalah poster. Gambar yang kita gunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak jauh, sehingga anak yang berada di belakang dapat juga melihat dengan jelas.
Langkah-langkah :
1.        Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
2.        Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP
3.        Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada peserta didik untuk memperhatikan/menganalisis gambar
4.        Melalui diskusi kelompok 2-3 orang peserta didik, hasil diskusi dari analisis gambar tersebut dicatat pada kertas
5.        Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
6.        Mulai dari komentar/hasil diskusi peserta didik, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai
7.        Kesimpulan
l.               Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together)
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan  akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen  dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Langkah-langkah :
1.        Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam setiap kelompok mendapat nomor
2.        Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
3.        Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/ mengetahui jawabannya
4.        Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dan peserta didik yang nomornya dipanggil melaporkan hasil kerjasama diskusi kelompoknya.
5.        Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain, dst
6.        Kesimpulan
m.           Model Pembelajaran Think Pair and Share
Model Pembelajaran Think Pair and Share menggunakan metode diskusi berpasangan yang dilanjutkan dengan diskusi pleno. Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi/tujuan pembelajaran.
Langkah-langkah :
1.        Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
2.        Peserta didik diminta untuk berfikir tentang materi/ permasalahan yang disampaikan guru
3.        Peserta didik diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing
4.        Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
5.        Berawal dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para peserta didik
6.        Guru memberi kesimpulan
7.        Penutup
n.             Model pembelajaran Artikulasi
Model pembelajaran Artikulasi prosesnya seperti pesan berantai, artinya apa yang telah diberikan Guru, seorang siswa wajib meneruskan menjelaskannya pada siswa lain (pasangan kelompoknya). Di sinilah keunikan model pembelajaran ini. Siswa dituntut untuk bisa berperan sebagai ‘penerima pesan’ sekaligus berperan sebagai ‘penyampai pesan.’
Langkah-langkah :
1.        Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2.        Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
3.        Untuk mengetahui daya serap peserta didik, dibentuklah kelompok berpasangan dua orang
4.        Menugaskan salah satu peserta didik dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya
5.        Menugaskan peserta didik secara bergiliran/diacak menyampaikan penjelasan  teman pasangannya. Sampai sebagian peserta didik sudah menyampaikan penjelasannya
6.        Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami  peserta didik
7.        Kesimpulan/penutup
o.             Model Pembelajaran Mind Mapping
Mind mapping merupakan cara untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambilnya kembali ke luar otak. Bentuk mind mapping seperti peta sebuah jalan di kota yang mempunyai banyak cabang. Seperti halnya peta jalan kita bisa membuat pandangan secara menyeluruh tentang pokok masalah dalam suatu area yang sangat luas. Dengan sebuah peta kita bisa merencanakan sebuah rute yang tercepat dan tepat dan mengetahui kemana kita akan pergi dan dimana kita berada. 
Langkah-langkah :
1.         Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2.        Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh peserta didik dan sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban
3.        Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang
4.        Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi
5.        Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru
6.        Dari data-data di papan peserta didik diminta membuat kesimpulan atau guru memberi perbandingan sesuai konsep yang disediakan guru
p.             Model Pembelajaran Make a Match
Model Pembelajaran Make a Match artinya model pembelajaran Mencari Pasangan. Setiap siswa mendapat sebuah kartu (bisa soal atau jawaban), lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang. Suasana pembelajaran dalam model pembelajaran Make a Match akan riuh, tetapi sangat asik dan menyenangkan.
Langkah-langkah :
1.        Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban
2.        Setiap peserta didik mendapat satu kartu
3.        Tiap peserta didik memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang
4.        Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)
5.        Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
6.        Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya
7.        Demikian seterusnya
8.        Kesimpulan/penutup
q.             Debate
Dalam model pembelajaran Debate siswa juga dilatih bagaimana mengeluarkan pendapat seperti dalam model pembelajaran Think Pair and Share, perbedaannya adalah dalam debatesituasi pembelajaran disengaja dibuat 2 kelompok yang berseberangan (pro dan kontra). Siswa dilatih mengutarakan pendapat/pemikirannya dan bagaimana mempertahankan pendapatnya dengan alasan-alasan  yang logis dan dapat dipertanggungjawabkan. Bukan berarti siswa diajak saling bermusuhan, melainkan siswa belajar bagaimana menghargai adanya perbedaan.
Langkah-langkah :
1.        Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yang lainnya kontra
2.        Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh    kedua kelompok di atas
3.        Setelah selesai membaca materi, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok  pro untuk berbicara saat itu, kemudian ditanggapi oleh kelompok kontra.    Demikian seterusnya sampai sebagian besar peserta didik bisa mengemukakan pendapatnya.
4.        Sementara peserta didik menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide   dari setiap pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide yang diharapkan.
5.        Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
6.        Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak peserta didik membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.
r.              Model Pembelajaran Role playing
Role playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1986). Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain (Basri Syamsu, 2000).
Model pembelajaran Role Playing juga dikenal dengan nama model pembelajaran Bermain Peran. Pengorganisasian kelas secara  berkelompok, masing-masing kelompok memperagakan/menampilkan scenario yang telah disiapkan guru. Siswa diberi kebebasan berimprofisasi namun masih dalam batas-batas scenario dari guru.
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
Langkah-langkah :
1.        Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan
2.        Menunjuk beberapa peserta didik untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum KBM
3.        Guru membentuk kelompok peserta didik yang anggotanya 5 orang
4.        Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai
5.        Memanggil para peserta didik yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan
6.        Masing-masing peserta didik berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan
7.        Setelah selesai ditampilkan, masing-masing peserta didik diberikan lembar kerja untuk membahas penampilan masing-masing kelompok.
8.        Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya
9.        Guru memberikan kesimpulan secara umum
10.    Evaluasi
11.    Penutup
s.              Model Pembelajaran Group Investigation 
Dasar-dasar model Group Investigation dirancang oleh Herbert Thelen, selanjutnya diperluas dan diperbaiki oleh Sharan dan teman-temannya dari Universitas Tel Aviv. Metode GI ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam seleksi topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Dalam menggunakan metode GI umumnya kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dengan anggota 5 sampai 6 orang siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai sub topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan (Arends, 1997: 120-121). Langkah-langkah :
1.         Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen
2.        Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok
3.        Guru memanggil ketua kelompok dan setiap kelompok mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok lain
4.        Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif  yang bersifat penemuan
5.        Setelah selesai diskusi, juru bicara kelompok menyampaikan hasil pembahasan kelompok
6.        Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan
7.        Evaluasi
8.        Penutup
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.Model dan proses pembelajaran akan menjelaskan makna kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pendidik selama pembelajaran berlangsung. Ada bermacam macam model pembelajaran yaitu
·         Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
·         Belajar Secara Kooperatif (Cooperative Learning)
·         Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based Instruction)
·         Pembelajaran Diskusi Kelas
·         Model Siklus Belajar (Learning Cycle Model)
·         Model Pembelajaran Sains Teknologi dan Masyarakat ( Science Technology and
Society)
·         Model Pembelajaran Sains Berbasis Etika
·         Contextual Teaching and Learning/CTL
·         Model pembelajaran jigsaw
·         Snowball Throwing
·         Model Pembelajaran Example Non Example 
·         Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
·         Model Pembelajaran Think Pair and Share
·         Model pembelajaran Artikulasi
·         Model Pembelajaran Mind Mapping
·         Model Pembelajaran Make a Match 
·         Debate
·         Model Pembelajaran Role playing
·         Model Pembelajaran Group Investigation 

DAFTAR PUSTAKA

6 comments:

  1. Thanks for share, Guys... this article is useful for me. Salam sahabat...

    ReplyDelete
  2. Thanks Gan udah share kebetulan lagi nyari artikel ginian...
    Check our new product n get special offer at Bilqis Eyelashes

    ReplyDelete
  3. terimakasih mas , artikel nya sangat membantuu

    visit back :)

    ReplyDelete