Integrasi Nasional dan Toleransi

A. Integrasi Nasional
1. Pengertian Integrasi Nasional
Istilah integrasi nasional berasal dari dua kata yaitu integrasi dan nasional. Istilah integrasi mempunyai arti pembauran/penyatuan sehingga menjadi kesatuan yang utuh / bulat. Istilah nasional mempunyai pengertian kebangsaan, bersifat bangsa sendiri, meliputi suatu bangsa seperti cita-cita nasional, tarian nasional, perusahaan nasional (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1989 dalam Suhady 2006: 36).
Di Indonesia istilah integrasi masih sering disamakan dengan istilah pembauran atau asimilasi, padahal kedua istilah tersebut memiliki perbedaan. Integrasi diartikan dengan integrasi kebudayaan, integrasi social, dan pluralisme social. Sementara pembauran dapat berarti penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan mengenai beberapa unsur kebudayaan (culutural traits) mereka yang berbeda atau bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu sistem kebudayaan yang selaras (harmonis).
Dengan demikian Integrasi nasional dapat diartikan penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh, atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa (ICCE,2007). Masalah integrasi nasional di Indonesia sangat kompleks dan multidimensional. Untuk mewujudkan deperlukan keadilan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dengan tidak membedakan ras, suku, agama, bahasa, gender, dan sebagainya. Sebenarnya upaya membangun keadilan, kesatuan, dan persatuan bangsa merupakan bagian dari upaya membangun dan membina stabilitas politik disamping upaya lain seperti banyaknya keterlibatan pemerintah dalam menentukan komposisi dan mekanisme parlemen.
Dengan demikian upaya integrasi nasional dengan strategi yang mantap perlu dilakukan terus agar terwujud integrasi bangsa Indonesia yang diinginkan. Upaya pembangunan dan pembinaan integrasi nasional ini perlu, karena pada hakikatnya integrasi nasional tidak lain menunjukkan tingkat kuatnya kesatuan dan persatuan bangsa yang diinginkan (Mahfud, 1993). Pada akhirnya persatuan dan kesatuan bangsa inilah yang dapat lebih menjamin terwujudnya negara yang makmur aman dan tenteram. Jika melihat konflik yang terjadi di Aceh, Ambon, Kalimantan Barat, dan Papua merupakan cermin dari belum terwujudnya integrasi nasional yang diharapkan selama ini.
Jika pada masa Orde Baru, ancaman terbesar bagi integrasi nasional cenderung datang dari akumulasi kekecewaan daerah terhadap pusat, atau konflik yang bersifat vertical, maka dewasa ini, kekerasan dan konflik horizontal menjelma menjadi ancaman serius bagi integrasi nasiona. Kuatnya tradisi dominasi kekuatan politik otoriter selama 32 tahun sebagai pemaksa utama integrasi nasional menimbulkan kekhawatiran besar atas kemampuan bangsa ini untuk secara demokratis mengelola perbedaan dan mengatasi konflik internal.
Untuk keluar dari berbagai komplikasi permasalahan mengenai konflik dan integrasi nasional, perlu deteliti sisi lain dari konflik menurut Dahrendorf, yaitu bahwa konflik juga dilihat sebagai mekanisme alamiah dalam konteks rekonstruksi social untuk mencari keseimbangan baru dalam masyarakat. Karenanya, jika mengacu kepada sisi tersebut, analisis terhadap, konflik kekerasaan yang kini terjadi dapat diarahkan untuk mengidentifikasi unsur-unsur disintegrasi, serta kemudian menghilangkan unsure-unsur tersebut guna mencapai keseimbangan baru baru. Unsur-unsur disintegratif yang paling menonjol dewasa ini seperti yang telah diurai diatas adalah menonjolnya sifat ekstrimitas, deficit kepercayaan social dan ambruknya nilai-nilai kemanusiaan.
Unsur-unsur disintegratif tersebut hanaya dapat dihilangkan dengan cara melakukan proses transformasi konflik, yaitu menyalurkan energy negatif kepada saluran-saluran alternatif yang akan mengelola konflik tersebut. Karenanya, untuk mengatasi komplikasi antara konflik kekerasan, politik identitas dan konsolidasi demokrasi, diperlukan komitmen politik dari para elit politik untuk memulai suatu projek jangka panjang, merumuskan suatu cetak biru mengenai strategi dan taktik proses nation building untuk membangun kultur baru bangsa yang mengapresiasi perbedaan sebagai modal social dan mencetak generasi yang terinspirasi oleh kata-kata bijak dai Voltaire (1694-1778): I datest what you say but will defend to the death your right to say it.
2. Faktor-faktor pendorong integrasi nasional sebagai berikut:

a. Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan.
b. Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
c. Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana dibuktikan perjuangan merebut, menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
d. Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan.
e. Kesepakatan atau konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan bahasa Indonesia.
f. Adanya simbol kenegaraan dalam bentuk Garuda Pancasila, dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
g. Pengembangan budaya gotong royong yang merupakan ciri khas kepribadian bangsa Indonesia secara turun temurun.

3. Faktor-faktor penghambat integrasi nasional sebagai berikut:

a. Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya.
b. Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh lautan luas.
c. Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
d. Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa.
e. Adanya paham “etnosentrisme” di antara beberapa suku bangsa yang menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain.
f. Lemahnya nilai-nilai budaya bangsa akibat kuatnya pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, baik melewati kontak langsung maupun kontak tidak langsung.
g. Kontak langsung, antara lain melalui unsur-unsur pariwisata, sedangkan kontak tidak langsung, antara lain melalui media cetak (majalah, tabloid), atau media elektronik (televisi, radio, film, internet, telepon seluler yang mempunyai fitur atau fasilitas lengkap).

B. Toleransi
1. Pengertian Toleransi
Toleransi berasal dari bahasa Latin; tolerare artinya menahan diri, bersikap sabar membiarkan orang berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang emiliki pendapat berbeda. sikap toleran tidak berarti membenarkan pandangan yang dibiarkan itu, tetapi mengakui kebebasan serta hak-hak asasi para penganutnya.
Toleran mengandung pengertian bersikap mendiamkan, adapun toleransi adalah suatu sikap tenggang rasa kepada sesamanya. Bangsa Indonesia terdiri dari bermacam macam suku yang mempunyai kebudayaan sendiri sendiri, memeluk agama dan menganut kepercayaan yang berbeda beda akan tetapi mereka tetap satu bangsa memiliki satu tanah air dan memiliki bahasa persatuan. Semboyan kita yakni Bhineka Tunggal Ika.
Sifat dasar bangsa Indonesia yang amat menonjol adalah sifat sifat kekeluargaan, musyawarah, percaya dan taat beribadah kepada tuhan, sifat ramah tamah, gotong royong, suka menolong, dan toleransi adalah sifat yang harus kita miliki.
2. Menuju toleran yang hakiki



Toleran dalam kehidupan beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan eksisnya berbagai agama dalam kehidupan manusia sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imron ayat 103:

Kebahagiaan dalam kehidupan manusia akan tercapai apabila didasarkan atas keselarasan dan keseimbangan. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia sikap hormat menghjormati antar pemeluk agama perlu dikembangkan sehingga kerukunan antar umat beragama dapat terjalin dengan baik.
3. Toleransi dalam pluralisme beragama
Agama merupakan suatu anugrah dari tuhan yang maha esa, diperuntukkan bagi kemaslahatan, kebaikan, dan kesejahteraan umat beragama. Pluralitas adalah kenyataan yang diciptakan oleh tuhan. Namun demikian umat manusia harus menyadari dan menerima kenyataan ini untuk saling melengkapi dan memperkaya pengalaman kehidupan bagi umat manusia. Oleh karna itu hidup rukun adalah tidak bertengkar namun saling menghormati. Suasana seperti ini sangat kita butuhkan dalam masyarakat dan menghindari sikap menang sendiri.
4. Toleransi dalam pluralisme budaya
Kebudayaan menunjuk kepada sederetan system pengetahuan yang dimiliki bersama, kebiasaan, nilai nilai, peraturan, dan symbol yang berkaitan dengan tujuan seluruh anggota masyarakat yang berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Interaksi antara seni dan agama sudah lama menjadi kenyataan. Agama merupakan sumber etika dan moralitas, seni adalah salah satu wahana yang paling tepat untuk mempromosikan kehidupan beragama.
5. Toleransi dalam pluralisme suku
Pluralisme dapat dikatakan merupakan pengejewantahan moto Bhineka Tunggal Ika. Mengembangkan pluralisme terbantahkan bahwabangsa Indonesia terdiri dari banyak suku, banyak pula subsuku pedalaman. Pluralisme akan tumbuh subur dan mewarnai kehidupan bangsa Indonesia jika kedepannya prinsip prinsip toleransi, persamaan di muka hukum dan lain lain ditetapkan seksama tanpa perduli asal dan warna terutama solidaritas terhadap mereka yang lemah.
6. Mayoritas melindungi minoritas
Masyarakat kita sejak dulu biasa hidup dalam alam yang memiliki aneka ragam kepercayaan. Sejak awal perkembangan peradapannya sudah tumbuh kepercayaan kepada tuhan, secara berturut turut datanglah agama agama yang sekarang banyak kita kenal. Kedatangan agama tersebut tidak berarti kepercayaan dan agama yang sudah ada sebelumnya hilang, tapi masih terus hidup dan berkembang. Semua agama dan kepercayaan mengajarkan kebaikan supaya mereka saling menghormati dan mencintai.
7. Manusia dalam hidup bermasyarakat
Manusia hanya akan mempunyai arti apabila bersama sama dengan manusia lainnya di dalam masyarakat. Tidak dapat dibayangkan jika manusia hidup sendiri tanpa orang lain. Secara kodrati manusia disamping mempunyai kekuatan juga dilengkapi dengan kelemahan manusia juga memiliki sifat yang baik dan kurang baik. Demi kelangsungan dan kesejahteraan hidupnya manusia perlu mendapat bantuan atau kerjasama dengan orang lain. Oleh sebab itu manusia perlu hidup bermasyarakat.
8. Toleransi dalam kaitannya dengan kerukunan di antara umat beragama, suku budaya, dan golongan.
Norma agama mengajarkan kepada manusia untuk berbuat kebajikan kepada sesama. karena manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki harkat dan martabat sama serta memiliki akal dan budi yang mulia. Dengan akal dan budinya, manusia wajib menjalin hubungan baik dengan lingkungan hidupnya, dengan sikap saling menghormati dan saling mengasihi. Setiap manusia dikaruniai hak-hak asasi yang harus dihormati olehorang lain. Manusia yang percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa akan selalu berbuat baik dan bersikap toleran terhadap manusia lain.

DAFTAR PUSTAKA

Mansur, Ahmad. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Erlangga : Jakarta.



ICCE, 2007, Pend. Kewarganegaraan, Jakarta : ICCE.

Sumarsono, S. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

0 comments:

Komentar